Minggu, 11 November 2012

FORMAT LAPORAN AKHIR PMW


Penjilidan dan Susunan Laporan
a.       Diserahkan sebanyak 3 (tiga) eksemplar
b.      Sampul menggunakan kertas bufalo warna coklat muda (tanpa lakban)
c.       Ukuran kertas A4, font size 12, spasi 1,5
d.      Laporan akhir terdiri atas 3 bagian dan disusun secara berurutan sebagai berikut:
-          Bagian Awal:
                  Halaman judul
                  Lembar Pengesahan
                  Kata pengantar
                  Daftar Isi
-          Bagian Utama (lihat sistematika)
-          Bagian Akhir
                  Susunan Tim Pengusul
                  Fotokopi Perjanjian
                  Foto/Brosur/selebaran/iklan pendukung usaha
                  Lampiran lainnya
           
Sistematika Bagian Utama
I.       Pendahuluan (analisis situasi/latar belakang)
II.     Pelaksanaan Bisnis
         2.1    Deskripsi Usaha
                  -     Bidang Usaha
                  -     Jenis produk (barang/jasa)
                  -     Kegunaan, keunggulan, keunikan
                  -     Lokasi Usaha
                  -     Bentuk Usaha
                  -     Struktur Organisasi
                  -     Jumlah Tenaga Kerja
                  -     UKM Mitra
         2.2    Kegiatan Pemasaran
                  -     Target konsumen
                  -     Wilayah pemasaran
                  -     Situasi Persaingan
                  -     Jumlah dan harga produk
         2.3    Kegiatan Produksi/Penjualan barang/jasa
                  -     Bahan baku/barang dagangan
                  -     Alat/teknologi
                  -     Proses produksi / proses penjualan barang dagangan
                  -     Kapasitas produksi/jumlah pembelian barang dagangan
         2.4    Laporan  Keuangan
                  (aktual sejak pencarian dana sampai laporan akhir)
                  -     Jumlah investasi dan modal kerja
                  -     Laba/Rugi (Pendapatan dikurangi total biaya)
                  -     Benefit/Cost Rasio
                  -     Cash Flows
III.    Keberlanjutan Usaha (hambatan dan keyakinan kelangsungan usaha)
IV..   Penutup

Selasa, 12 Juni 2012

Tugas dan Wewenang DPR-RI

Dalam melaksanakan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain:
  • Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
  • Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang
  • Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I
  • Mengundang DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I
  • Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undàng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I
  • Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  • Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama
  • Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
  • Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
  • Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
  • Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
  • Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang

Tugas Komisi I 
  • Pertahanan
  • Intelijen
  • Luar Negeri
  • Komunikasi dan Informatika

Pasangan Kerja
  • Kementerian Pertahanan
  • Kementerian Luar Negeri
  • Panglima TNI dan Mabes TNI AD, AL dan AU
  • Kementerian Komunikasi dan Informatika
  • Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
  • Badan Intelijen Negara (BIN)
  • Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
  • Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
  • Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
  • LPP Televisi Republik Indonesia (TVRI)
  • LPP Radio Republik Indonesia (RRI)
  • Dewan Pers
  • Perum LKBN ANTARA
  • Komisi Informasi

Hak-hak yang dimiliki Anggota DPR

1. Hak inisiatif
Hak inisiatif yaitu hak DPR untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).

2. Hak amandemen
Hak amandemen yaitu hak DPR menilai, mengadakan atau mengajukan perubahan terhadap usulan RUU atau Raperda.

3. Hak budget
Hak budget yaitu hak DPR untuk mengesahkan RAPBN ( Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang diajukan pemerintah yang juga merupakan pelaksana.

4. Hak angket
Hak angket yaitu hak anggota DPR mengadakan penyelidikan terhadap suatu masalah tertentu yang datang dari kebijakan presiden atau pemerintah. Hak atau usulan tersebut harus diajukan minimal 20 orang anggota DPR secara tertulis melalui ketua DPR.

5. Hak interpelasi
Hak interpelasi yaitu hak DPR meminta keterangan kepada pemerintah atau Presiden. Permintaan tersebut diajukan oleh anggota DPR minimal 10 orang secara tertulis melalui ketua DPR.

6. Hak bertanya
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

7. Hak petisi
Hak petisi yaitu hak DPR untuk mengajukan usul atau anjuran serta pertanyaan mengenai suatu masalah. Hak petisi ini ada hubungannya dengan lembaga tinggi negara.
Sumber lain, yakni dari salah satu anggota Yahoo! Answers, mengatakan, hak petisi yaitu hak untuk mengubah, menambah, atau mengurangi kebijakan pemerintah berdasarkan amanat rakyat.

Senin, 11 Juni 2012

Pengertian Sejarah dan Ruang Lingkup

A.Pengertian Sejarah

1.Pengertian sejarah ditinjau dari asal kata
Menurut Jan Romein, kata “sejarah” memiliki arti yang sama dengan kata “history” (Inggris), “geschichte” (Jerman) dan “geschiedenis” (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Sementara menurut sejarawan William H. Frederick, kata sejarah diserap dari bahasa Arab, “syajaratun” yang berarti “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang dalam bahasa Melayu “syajarah”. Dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”. Menurutnya kata syajarah atau sejarah dimaksudkan sebagai gambaran silsilah atau keturunan.

2.Rumusan batasan pengertian sejarah
Ada banyak rumusan pendapat yang diberikan para sejarawan terkait dengan pengertian sejarah. Dari berbagai pendapat yang ada dalam arti yang luas sejarah dapat diartikan sebagai gambaran tentang peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu tertentu, diberi tafsiran dan analisa kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

B.Ruang Lingkup Studi Sejarah
1.Sejarah sebagai cerita
Berbicara tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu cerita tentang pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi. Ucapan teoritikus-teoritikus sejarah seperti Renier: “nothing but a story”; Trevelyan: “the historian’s first duty is to tell the story”; Huizinga: “the story of something that has happened”, semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu hakekatnya adalah tidak lain sebagai suatu bentuk cerita.
Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita. Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. Ia adalah cerita yang didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan metode yang khusus yang bermula dari pencarian dan penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang ketat (kritik sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun dengan cara-cara tertentu pula menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.  

2.Sejarah sebagai ilmu
Sejarah dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah. Syarat-syarat keilmuan yang dimaksud adalah:
•Ada objek masalahnya
•Memiliki metode
•Tersusun secara sistematis
•Menggunakan pemikiran yang rasional
•Memiliki kebenaran yang objektif

Karena sejarah memiliki kesemua syarat keilmuan tersebut, termasuk memiliki metode sendiri dalam memecahkan masalah, maka tidak ragu lagi akan unsur-unsur keilmuan dari sejarah. Pendapat ahli sejarah Bury bahwa “history is a science, no less and no more” kiranya memberikan penegasan akan hal itu. Meski demikian dalam kenyataannya banyak pihak yang masih menyangsikan keberadaan sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu.
Dilihat dari cara kerja ilmiah, dua tahapan terakhir dalam metode sejarah yaitu interpretasi dan historiografi masih sering dianggap sebagai titik-titik lemah. Interpretasi misalnya, dimana di dalamnya terdapat unsur menyeleksi fakta sehingga sesuai dengan keseluruhan yang hendak disusun, terkadang unsur subjektivitas penulis atau sejarawan seperti kecenderungan pribadinya (personal bias), prasangka kelompoknya (group prejudice), teori-teori interpretasi historis yang saling bertentangan (conflicting theories of historical interpretation) dan pandangan hidupnya sangat mempengaruhi terhadap proses interpretasi tersebut.
Semuanya itu bisa membawa sejarawan pada sikap subjektif yang dalam bentuknya yang ekstrim menjurus pada sikap emosional, bahkan mungkin irasional yang kurang bisa dipertanggung jawabkan seperti kecenderungan mengorbankan fakta sejarah atau memanipulasikannya demi suatu teori, pandangan hidup yang dipercayai secara berlebihan atau keberpihakan pada penguasa. Memang sulit untuk menghindar dari subjektivitas, sehingga sejarawan sangat dituntut untuk melakukan penelitian sejarah yang seobjektif mungkin atau setidaknya sebagai suatu ideal. Pokoknya yang penting bagi sejarawan adalah seperti yang pernah dikemukakan G. J. Renier, “we must not cheat”.

3.Beda sejarah dengan fiksi, ilmu sosial dan ilmu agama
a.Kaidah pertama: sejarah itu fakta
Perbedaan pokok antara sejarah dengan fiksi adalah bahwa sejarah itu menyuguhkan fakta, sedangkan fiksi menyuguhkan khayalan, imajinasi atau fantasi.

b.Kaidah kedua: sejarah itu diakronik, ideografis dan unik
•Sejarah itu diakronik (menekankan proses), sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur). Artinya sejarah itu memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu sosial meluas dalam ruang. Sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B. Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Contoh: Perkembangan Sarekat Islam di Solo, 1911-1920; Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930; Revolusi Fisik di Indonesia, 1945-1949; Gerakan Zionisme 1897-1948 dan sebagainya.
•Sejarah itu ideografis, artinya melukiskan, menggambarkan, memaparkan, atau menceritakan saja. Ilmu sosial itu nomotetis artinya berusaha mengemukakan hukum-hukum. Misalnya sama-sama menulis tentang revolusi, sejarah dianggap berhasil bila ia dapat melukiskan sebuah revolusi secara menditil hingga hal-hal yang kecil. Sebaliknya ilmu sosial akan menyelidiki revolusi-revolusi dan berusaha mencari hukum-hukum yang umum berlaku dalam semua revolusi.
•Sejarah itu unik sedang ilmu sosial itu generik. Penelitian sejarah akan mencari hal-hal yang unik, khas, hanya berlaku pada sesuatu, di situ (di tempat itu dan waktu itu). Sejarah menulis hal-hal yang tunggal dan hanya sekali terjadi. Topik-topik sejarah misalnya Revolusi Indonesia, Revolusi di Surabaya, Revolusi di Pesantren “X”, Revolusi di Desa atau Kota “Y”. Revolusi Indonesia tidak terjadi di tempat lain dan hanya terjadi sekali pada waktu itu, tidak terulang lagi. Sedang topik-topik ilmu sosial misalnya Sosiologi Revolusi, Masyarakat Desa, Daerah Perkotaan yang hanya menerangkan hukum-hukum umum terjadinya proses tersebut.

c.Kaidah ketiga: sejarah itu empiris
Inilah antara lain yang membedakan antara sejarah dengan ilmu agama. Sejarah itu empiris, ia berdasarkan pengalaman manusia yang sebenarnya, sedang ilmu agama itu lebih bersifat normatif, mengikuti kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, yang tercantum dalam Kitab Suci masing-masing agama, yang dipercaya sebagai yang diwahyukan oleh Tuhan.

Jumat, 02 Maret 2012

Perang diponegoro(1825-1830)


A.     Perang diponegoro(1825-1830)
Perang Diponegoro (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog), adalah perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara pasukan penjajah Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa.
Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo, putra Sultan Hamengku Buwono III. Karena pengaruh Belanda sudah sedemikian besarnya di istana maka Diponegoro lebih senang tinggal di rumah buyutnya di desa Tegalrejo.

Secara umum sebab-sebab perlawanan Diponegoro dan para pengikutnya adalah sebagai berikut:
1.        Secara umum sebab-sebab perlawanan Diponegoro dan para pengikutnya adalah sebagai berikut:
2.        Adat kebiasaan keraton tidak dihiraukan para pembesar Belanda duduk sejajar dengan Sultan.
3.        Masuknya pengaruh budaya Barat meresahkan para ulama serta golongan bangsawan. Misalnya pesta dansa sampai larut malam, minum-minuman keras.
4.        Para bangsawan merasa dirugikan karena pada tahun 1823 Belanda menghentikan sistem hak sewa tanah para bangsawan oleh pengusaha swasta. Akibatnya para bangsawan harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya.
5.        Banyaknya macam pajak yang membebani rakyat misalnya pajak tanah, pajak rumah, pajak ternak.


B.      Jalanya Peperangan
Selain hal-hal tersebut ada kejadian yang secara langsung menyulut kemarahan Diponegoro yaitu pemasangan patok untuk pembuatan jalan kereta api yang melewati makam leluhur Diponegoro di Tegal Rejo atas perintah Patih Darunejo IV tanpa seijin Diponegoro. Peristiwa tersebut menimbulkan sikap terang-terangan Diponegoro melawan Belanda.
Bagaimana proses perlawanan yang dilakukan Diponegoro? Diponegoro memusatkan pertahannya di bukit Selarong, sementara itu keluarganya diungsikan ke daerah Deksa. Perlawanan Diponegoro diikuti oleh para petani, para ulama maupun bangsawan. Pengikut Pangeran Diponegoro antara lain Kyai Mojo dari Surakarta, Kyai Hasan Besari dari Kedu. Pertempuran meluas sampai di Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, Madiun dan Pacitan. Selain dukungan dari para Bupati juga didukung oleh Panglima perang berusia muda yaitu Sentot Ali Basa Prawiradirjo. Pada tangal 30 Juli 1826 Pasukan Diponegoro memenangkan pertempuran di dekat Lengkong dan tanggal 28 Agustus 1826 di Delanggu. Oleh rakyat, pangeran Diponegoro diangkat menjadi Sultan dengan gelar "Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin Sayidin Panotogomo Khalifatullah Tanah Jowo"
Bagaimana siasat Belanda untuk mematahkan perlawanan Diponegoro? Menghadapi perang gerilya yang dilakukan pasukan Diponegoro Belanda menggunakan taktik benteng stelsel. Apa tujuan Belanda? Benteng stelsel adalah taktik yang dilakukan dengan cara mendirikan benteng sebagai pusat pertahanan di daerah yang didudukinya untuk mempersempit ruang gerak perlawanan Diponegoro. Selain itu Jendral De Kock menetapkan Magelang sebagai pusat kekuatan militernya. Siasat ini cukup berhasil, beberapa pengikut Diponegoro tertangkap dan menyerah. Kyai Mojo berunding dengan Belanda tanggal 31 Oktober 1828.
Tindakan Belanda berikutnya adalah membujuk para pengikut Diponegoro untuk menyerah dan berhasil antara lain terhadap Mangkubumi. Sentot Ali Basa Prawirodirjo menyerah dan menandatangani perjanjian Imogiri bulan Oktober 1829.
Bagaimana upaya Belanda untuk menundukkan Dipdonegoro? Mula-mula Belanda mengumumkan pemberian hadiah sebesar 20.000 ringgit kepada siapa saja yang dapat menyerahkan Diponegoro dalam keadaan hidup atau mati. Hal ini tidak berhasil, maka ditempuh cara berikutnya melalui perundingan. Pertemuan pertama tanggal 16 Februari 1830 di desa Romo Kamal oleh Kolonel Cleerens. Perundingan berikutnya tangal 28 Maret 1830 di kediaman Residen Kedu. Perundingan gagal bahkan Diponegoro kemudian ditangkap dan ditahan di Batavia, selanjutnya tanggal 8 Januari 1855 dibawa ke Makasar.
Dengan tertangkapnya Diponegoro berakhirlah perang Diponegoro. Perang ini cukup merepotkan keuangan Belanda karena menelan biaya perang yang cukup besar.

Senin, 27 Februari 2012

modif balap juvie mx 135 lc


style road race juviter mx semakin gagah, dengan ubahan sedikit juviter mx kelihatan semakin memukau.


by tuan muda