NAMA : Ali Topan
NPM :
090402003
M.K : Sejarah
Pertanian
JUDUL : Revolusi Hijau
DOSEN : Rudi Irawan, S.Pd, M.Pd
Tujuan
pembangunan nasional pada masa Orde Baru adalah mewujudkan masyarakat adil dan
makmur, material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan
dilaksanakan dengan bertahap dan berkesinambungan. Di antaranya adalah program
Pelita atau Pembangunan Lima Tahun. Pelita dilaksanakan sebanyak 6 kali. Pada
akhir Pelita IV dicapai hasil-hasil seperti Swasembada Pangan, Program Keluarga
Berencana (KB), dan Pembangunan Perumahan.
Pada masa
Orde Baru sebagai Orde Pembangunan terus meningkatkan modernisasi, antara lain
dengan modernisasi di bidang pertanian (Revolusi Hijau).
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional. Apa sih Revolusi Hijau itu? Revolusi Hijau adalah perubahan besar berkaitan dengan soal penggarapan tanah dan pertanian.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional. Apa sih Revolusi Hijau itu? Revolusi Hijau adalah perubahan besar berkaitan dengan soal penggarapan tanah dan pertanian.
A.Revolusi Hijau
Teknologi
genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah
berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan
produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok
asal serealia.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.
Gerakan
Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia
dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau
sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan
Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi
hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan
ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani
kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab
sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di
Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria
yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.
Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya
sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan
kesuburan tanah.
B.Pestisida dan Pupuk Buatan
Pestisida
telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan,
penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika
ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida,
maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat.
Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan hama —suatu keadaan
yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida— karena pestisida dalam
dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami
hama yang bersangkutan.
Namun, mitos
obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak
paham akan bahaya pestisida. Hal ini disebabkan karena informasi yang sampai
kepada mereka adalah ‘jika ada hama, pakailah pestisida merek A’. para petani
juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-ruah jika mereka
menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah ‘antek-antek’ pedagang
yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini. Penyuluh pertanian tidak
pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak
dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya
erosi. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat
habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah,
sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di
lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.
C.Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya
Di Indonesia,
penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau,
sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi
Hijau telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang
terus meningkat. Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping
yang jika tanpa pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan
dunia pertanian.
Gebrakan
revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu,
pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk
kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati
swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan
menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian
pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah
dikontrol pemerintah Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk
misalnya telah merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida
diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru
menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida
telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan
ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat
ongkos produksi pertanian cenderung meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi
produksi dan melemahkan kegairahan bertani.
Revolusi
hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:
Berbagai organisme penyubur tanah musnah
Berbagai organisme penyubur tanah musnah
·
Kesuburan tanah merosot / tandus
·
Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
·
Hasil pertanian mengandung residu pestisida
·
Keseimbangan ekosistem rusak
·
Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.
Revolusi
Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah
peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan
memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani
merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh
mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa
genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat
banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul,
sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
Meskipun
dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi
ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban
berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya
tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri
oleh rezim pemerintah.
Dapat
dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk,
pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat
hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah
satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada penderitaan kaum
petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya tidak
dapat dinilai dengan uang.
Mitos akan
kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan
dari sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan.
Pantas jika Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah
berkata: “Peranan ilmuwan dalam masyarakat itu analog dengan peranan
diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”. Telah terbukti bahwa
penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan
karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia
tidak selalu mensejahterakan petani padi
Salah satu
masalah yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang
tidak seimbang dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu
pemerintah Orde Baru memasukkan Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi
Hijau ini dilaksanakan secara nasional. Apa sih Revolusi Hijau itu? Revolusi
Hijau adalah perubahan besar berkaitan dengan soal penggarapan tanah dan
pertanian.
Ø Dampak
positif Revolusi Hijau di Indonesia :
a)
Meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
b)
Peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat
industri menjadi terpenuhi.
c)
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.
d)
Kualitas tanaman pangan semakin meningkat.
Ø Dampak
negatif Revolusi Hijau di Indonesia antara lain :
a.
Penggunaan pupuk buatan dan pwstisida secara berlebihan akan
mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak subur lagi.
b.
Berkurangnya keanekaragaman genetic jenis tanaman tertentu yang
disebabkan oleh penyeragaman jenis tanaman tertentu yang dikembangkan.
c.
Adanya mekanisme pertanian mengakibatkan cara bertani tradisional
menjadi terpinggirkan.
d.
Rasa kegotongroyongan semakin menurun.
e.
Hasil panen dari beberapa kawasan Revolusi Hijau mengalami
penurunan.
Pada dasarnya
kebijakan-kebijakan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Presiden Soeharto
pun mendapatkan gelar Bapak Pembangunan karena berhasil mewujudkan pembangunan
nasional. Pembangunan nasional pada masa ini juga menimbulkan sisi negative
yang ditandai dengan munculnya gejala crony capitalism yaitu istilah yang merujuk pada
kapitalis-kapitalis yang melingkari pemerintahan Orde Baru berdasarkan
asas-asas kekerabatan. Adanya crony capitalism tersebut telah memunculkan
ketidakmerataan ekonomi yang imbasnya dirasakan masyarakat terutama kelas
menengah ke bawah. Kondisi tersebut memunculkan penyakit sosial yang
menghinggapi elemen pemerintahan dan masyarakat yang kemudian dikenal dengan
praktik KKN.
D. Perkembangan Revolusi Hijau, Teknologi Dan Industrialisasi
Kebijakan
modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi
Hijau.
Revolusi
Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke
cara modern.
Revolusi
Hijau (Green
Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari
hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas,
gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas
tersebut.
Tujuan
Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant)
menjadi petani-petani gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna
memenuhi industrialisasi ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai
dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam
karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam peningkatan
produksi bahan makanan.
Latar
belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang disebabkan karena
pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan
peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran
dan meningkatkan usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang
Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Thomas Robert Malthus.
Upaya
yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau
ditempuh dengan cara :
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha
Tani yang meliputi :
a. Pemilihan Bibit Unggul
b. Pengolahan Tanah yang baik
c. Pemupukan
d. Irigasi
e. Pemberantasan Hama
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi
pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan
pembukaan lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang
dapat ditanami, membuka hutan, dsb).
3. Diversifikasi Pertanian
Usaha
penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem
tumpang sari. Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen
pokok, memperluas sumber devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.
4. Rehabilitasi Pertanian
Merupakan
usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang
membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut. Usaha pertanian
tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus sebagai stabilisator
lingkungan.
E.
Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau:
Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani.
Kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian berjalan lancar sering
perkembangan teknologi dan komunikasi.
Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur,
yaitu menanami lahan dengan satu jenis tumbuhan saja.
Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul
yang
diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok
ditanam di
lahan tertentu.
Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut
Penelitian Padi
Internasional (IRRI=International Rice Research Institute) yang
bekerjasama
dengan pemerintah, bibit padi unggul tersebut lebih dikenal dengan
bibit IR.
Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital
dan
komersialisasi.
Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan
pembagunan industri pupuk nasional.
Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD
(Koperasi
Unit Desa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar